Jumat, 07 Oktober 2011

Makanan Berlemak Tingkatkan Resiko Terkena Batu Kantung Empedu

INDONESIA kaya akan kuliner. Dan itu tidak diragukan lagi. Dengan berbagai varian rasa dan penyajian. Namun, sebagian besar kuliner khas Indonesia banyak mengandung santan. Inilah yang harus diwaspadai.
Sejatinya lemak dibutuhkan oleh tubuh. Tanpa lemak, tubuh tidak berbentuk. Lemak berfungsi untuk menutupi rangka tubuh manusia.

“Ya, tubuh juga membutuhkan lemak. Fungsinya buat memberi lapisan pada tulang manusia supaya berbentuk,” kata dr Prasna Pramita SpPD.

Namun jika berlebihan, lemak bisa menumpuk dalam tubuh. Banyaknya lemak yang menumpuk dalam tubuh ini kemudian membuat sel-sel hati bekerja lebih ekstra untuk menghasilkan cairan empedu.

Sekadar diketahui, cairan empedu dalam berwarna hijau kecokelatan. Cairan empedu berperan dalam proses penyerapan lemak dan beberapa vitamin A, D, E, dan K.


“Karena biasanya lemaknya banyak. Cairan empedu penting dalam pencernaan terutama penyerapan lemak,” ujarnya.

Cairan empedu disimpan di kandung atau kantong empedu yang terletak di bawah organ hati. Bentuknya terlihat seperti buah pir. Kantong empedu memiliki kapasitas penampungan sebanyak 50 ml cairan empedu. Panjangnya sekitar 7-10 cm. Organ ini terhubung dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.

Nah, apa yang terjadi ketika makanan yang kita konsumsi mengandung lemak yang berlebihan? Ya, batu empedu adalah salah satu penyakit yang bisa terjadi.

“Kalau orangnya saja sudah memiliki bakat, sudah punya kolesterol, akan lebih banyak lagi tumpukan kolesterolnya. Dan sangat bisa mencetuskan batu empedu. Tendensinya bisa saja sampai 30 persen,” sambungnya.

Batu empedu bisa terbentuk ketika kadar lemak tinggi dan hati tidak bisa lagi mengeluarkannya dari dalam tubuh. Menurut dr Prasna, proses terbentuknya batu empedu terjadi secara bertahap. Kolesterol yang tidak bisa diekskresikan akan mengendap terlebih dahulu.

“Pertama, mengendap dulu. Terus biasanya juga terjadi penebalan dinding empedu. Itu kalau di-USG, kelihatan terjadi penebalan,” katanya.

Hal tersebut yang kemudian memicu terjadinya perubahan kimiawi pada empedu. Perubahan secara kimiawi pada empedu tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah batu empedu. Batu empedu juga bisa disebabkan oleh timbunan zat lain seperti tumpukan pigmen bilirubin, dan juga garam kalsium yang membentuk partikel seperti kristal padat. Batu empedu yang terbentuk dari tumpukan kolesterol berwarna kekuningan serta tampak mengkilat seperti minyak. Sedangkan batu empedu yang terbentuk dari tumpukan pigmen bilirubin berwarna hitam tapi keras atau berwarna cokelat tua tapi rapuh.

Timbulnya batu empedu dapat menyebabkan berbagai masalah bila masuk dalam saluran pencernaan, usus halus. Terkadang batu empedu juga sering muncul pada saluran empedu sendiri. Bila batu empedu terdapat pada kandung empedu, dapat mengakibatkan peradangan yang disebut kolestitis akut. Kolestitis akut tersebut disebabkan oleh pecahan batu empedu di dalam saluran empedu yang menimbulkan rasa sakit berlebihan.

Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala maag.  Hal ini terjadi karena letak kandungan empedu yang berdekatan dengan lambung. Bahkan tak jarang orang mengira sakit maag padahal sudah terdapat batu empedu pada saluran empedunya.

“Gejalanya memang enggak ada yang khas. Gejala yang ringan suka kembang, mual, muntah. Kalau makan lemak jadi tambah sakit, sendawa jadi lebih sering, dan buang gas,” terangnya.

Lantaran gejalanya yang tidak khas dan sangat mirip dengan maag, biasanya pasien merujuk pada dokter dengan keluhan tersebut.

“Biasanya dokter akan kasih obat maag. Tapi kok enggak sembuh-sembuh. Biasanya baru ketahuan setelah di-USG,” imbuhnya.

Namun, sebenarnya gejala batu empedu berbeda dengan maag. Hal ini bisa dibedakan pada penjalaran dan frejuensi nyeri. Pada penderita maag, rasa sakit atau nyeri biasanya timbul secara perlahan hingga akhirnya rasa sakit itu terasa begitu hebat. Sedangkan pada batu empedu, rasa sakit tersebut bisa muncul secara tiba-tiba dengan rasa sakit yang sangat dan rasa sakit bisa hilang dengan begitu saja.

“Bila sudah sakit sekali, gejala colic yang sering terjadi,” ujarnya.

Gejala-gejala tersebut akan terjadi berulang. Penegakan diagnose untuk batu empedu dilakukan dengan pemeriksaan USG. Peralatan diarahkan pada tubuh dan gelombang yang dipantulkan akan dibaca oleh system computer. Atau bisa juga dilakukan dengan pemeriksaan foto sinar X dan pemeriksaan darah di laboratorium.

Perempuan diketahui sangat rentan mengidap batu empedu. Selain itu, kemungkinan munculnya batu empedu juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Disebutkan beberapa orang juga berpotensi lebih gampang terserang batu empedu seperti orang yang sedang menjalani program yang bertujuan untuk menghilangkan berat badan yang cepat dengan cara-cara apa pun, diet-diet kalori atau dengan operasi, menyebabkan batu empedu kolesterol pada 50 persen dari total orang yang menjalankan program tersebut.

Individu yang sering berhubungan dengan pil pengontrol kelahiran dan terapi hormon juga berisiko terserang batu empedu. Individu dengan penyakit Crohn dari terminal ileum (usus halus) sangat memungkinkan membentuk batu empedu. Batu-batu empedu terbentuk karena pasien penyakit Crohn mengalami kekurangan asam-asam empedu yang cukup untuk melarutkan kolesterol dalam empedu.

Bagaimana mengatasinya? Pertama sekali adalah mengistirahatkan kantong atau kandung empedu. Pengobatan atau terapi yang biasanya dilakukan adalah pemberian kombinasi obat Chenodeoxycholic Acid (CCDA) dan Ursodeoxycholic Acid (UDCA). Keduanya memiliki fungsi yang berbeda-beda.

“Pengobatan terapi kombinasi CCDA (mengurangi sintesis kolesterol) dan UDCA (mengurangi penyerapan kolesterol). Diharapkan terapi ini bisa menyembuhkan batu empedu tanpa efek samping,” katanya.

Namun berdasarkan penelitian, terapi tersebut hanya bisa mencegah dan tidak bisa menghilangkan batu empedu. Untuk dapat menghilangkan batu empedu, tetap diperlukan tindakan medis. Ada dua pilihan yang bisa dilakukan.

“Laparoskopi atau operasi bedah biasa,” ujarnya.

Beda dari dua tindakan tersebut terdapat pada caranya. Laparoskopi hanya menimbulkan bekas seperti tusukan di perut. Dan prosesnya menggunakan control computer. Sedangkan operasi bedah biasa sudah jelas menimbulkan bekas robekan.

Pada intinya, tindakan medis yang dilakukan bertujuan untuk mengangkat kantong atau kandung empedu. Akibatnya, pasien tak bisa lagi mengonsumsi makanan yang mengandung lemak.

“Karena enggak ada lagi yang nanti memproses lemak di tubuh,” jelas dr Prasna.